Minggu, 09 Oktober 2011



Setelah menghina ibadah shalat sebagai yang dilakukan umat Islam secara rutin lima kali sehari menghadap qiblat, penginjil Curt Fletemier membangga-banggakan agama Kristen sebagai agama yang bebas. Menurutnya, umat Kristen bebas beribadah kapan saja, dengan cara apa saja, dan menghadap ke mana saja.
“Orang Kristen dapat berdoa dari segala arah karena Tuhan yang sejati dapat ditemukan di mana saja. Tidak ada suatu mandat ritual dalam doa umat Kristen, tidak ada suatu posisi tertentu, atau pakaian tertentu atau upacara tertentu. Doa yang sejati dan penyembahan yang benar adalah yang dilakukan dalam Roh dan kebenaran.” (hlm. 148).
“Orang Kristen dapat berdoa dari segala arah karena Tuhan yang sejati dapat ditemukan di mana saja. Tidak ada suatu mandat ritual dalam doa umat Kristen, tidak ada suatu posisi tertentu, atau pakaian tertentu atau upacara tertentu. Doa yang sejati dan penyembahan yang benar adalah yang dilakukan dalam Roh dan kebenaran. Tuhan tinggal dalam hati manusia yang percaya pada-Nya, karena itu tubuh kita adalah Bait Tuhan yang benar. Umat Kristen tidak perlu sujud ke arah bait yang lain. Penyembahan kita adalah sesuatu yang alami, karena menyembah adalah suatu hal yang alami.” (hlm. 148).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa penginjil Curt Fletemier cs awam dalam sejarah gereja, khususnya umat Kristen jemaat permulaan. Dalam babad gereja perdana, sejak semula kekristenan yang mula-mula (Kristen generasi awal/Gereja Purba) mereka melakukan ibadah dan berdoa pada waktu-waktu tertentu. Gereja permulaan berakar pada Keyahudiyan, sehingga mereka melakukan ibadah harian atau sembahyang tiga kali sehari, yaitu petang, pagi dan tengah hari (Mazmur 55:18, Daniel 6:10), dengan ritual tertentu.
....penginjil Curt Fletemier awam sejarah gereja, khususnya umat Kristen jemaat permulaan...
Sampai saat ini, Gereja Timur masih melestarikan sembahyang harian yang dikenal dengan istilah “Shalat Tujuh Waktu.” Gereja Ortidox Syria menyebut sembahyang ini sebagai shalat fardu (wajib). Ketujuh waktu shalat Gereja Ortodox Syria itu adalah:Shalatus sa’atul awal (shalat jam pertama) pada jam 6 pagi;Shalatus sa’atuts tsalis (shalat jam ketiga) pada jam 9 pagi;Shalatus sa’atus sadis (shalat jam keenam) pada jam 12 siang;Shalatus sa’atut tis’ah (shalat jam kesembilan) pada jam 3 sore;Shalatus sa’atul ghurub (shalat jam terbenamnya matahari) pada jam 6 sore; Shalatun naum (shalat malam) pada jam 7 malam; dan Shalatus satar (shalat tutup malam) pada jam 12 malam. (Kitabus Sab’ush Sholawat: Sekilas Soal Sholat Tujuh Waktu dalam Gereja Orthodox, hlm. 12).
Sebelum melakukan ibadah sembahyang, menurut Tradisi Gereja dan Bibel, umat Kristen Orthodox pun juga “bersuci” dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki. Ini semua tertulis dalam Kitab Mazmur 26:1-12. Sedangkan “kiblat” sewaktu sembahyang adalah menghadap ke Timur, ke Ka’bah Baitullah di Yerusalem berdasarkan Injil Yohanes 2:9-21.
Dengan data ini, maka teologi ibadah bebas tanpa aturan yang diajarkan penginjil Curt Fletemier ini terbantah oleh teologi Kristen sendiri.
Jika Curt tegar tengkuk membanggakan ibadah bebas tanpa aturan, yang penting ibadah dalam roh dan kebenaran, maka ini adalah kebanggaan yang keliru. Sesuatu yang seharusnya memalukan, malah dibanggakan.
...Ibadah adalah inti agama. Jika suatu agama kosong dari tatacara ibadah, berdoa dan sembahyang, apakah masih layak disebut sebagai agama berketuhanan?...
Ibadah adalah inti agama setelah keyakinan (aqidah). Jika suatu agama kosong dari tatacara ibadah, berdoa, pengabdian dan sembahyang, apakah ia masih layak disebut sebagai agama yang berketuhanan?
Jika teologi penginjil Curt diikuti, bahwa umat boleh berdoa kapan saja dan dengan cara apa saja, yang penting dalam roh dan kebenaran, maka dari seribu umat bisa melahirkan dua ribu ritual ibadah.
Dan jika ibadah/sembahyang/kebaktian kepada Tuhan boleh dilakukan di mana saja karena Tuhan bisa ditemukan di mana saja, sesuai dengan ajaran penginjil Curlt Fletemier, maka betapa rusak dan kotornya suatu agama. Nanti bisa-bisa akan ada kebaktian di WC umum, di tempat sampah, di kuburan, di lokalisasi kemesuman, dan sebagainya.
Ajaran ini bertentangan dengan Islam yang begitu indah, yang menekankan bahwa Tuhan itu Maha Suci (Al-Quddus) yang mencintai kesucian. Bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/suara islam]

Bukti-bukti Keaslian Al-Qur'an dan Kepalsuan Alkitab (Bibel)

Mengkritisi Buku Penodaan Islam di Gramedia (7)
Pada pasal 13 buku “Sang Putra dan Sang Bulan; Kristen dan Islam” (terjemahan edisi Inggris Christianity and Islam: The Son and The Moon), secara khusus evangelis Curt Fletemier berusaha menghantam keaslian Al-Qur'an melalui sisi sejarah penulisannya. Salah satu faktor yang meragukan keaslian Al-Qur'an, menurut Curlt Fletemier adalah adanya bagian Al-Qur'an yang hilang ketika seekor kambing memakan daun-daun palma tempat bagian-bagian Al-Qur'an ditulis (hlm. 159).
Jurus-jurus perancuan sejarah Al-Qur'an itu sudah sangat usang. Secara ilmiah, berbagai tudingan para orientalis dan misionaris yang menyerang otentisitas Al-Qur’an itu sudah terjawab buku monumental Prof Dr Muhammad Mus­thafa Al-A’zami The History of The Qur’anic Text, From Revelation to Compilation (edisi Indonesia: Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasinya).
Curlt belum tahu bahwa secara teknis, faktor keaslian Al-Qur'an terjaga bukan oleh tulisan dan manuskrip, tapi oleh banyaknya intelektual penghafal Al-Qur'an sejak zaman Nabi hingga saat ini. Sudah tak terhitung berapa juta manusia yang hafal Al-Qur'an di luar kepala tanpa salah satu titik koma pun. Dengan banyaknya para penghafal Al-Qur’an di seluruh dunia, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berani ber­komentar:
“Umat kita tidaklah sama dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang tidak mau menghafal kitab suci mereka. Bahkan seandai­nya seluruh mushaf itu ditiadakan, maka Al-Qur’an tetap tersimpan di hati kaum muslimin.”
Bila dibandingkan secara objektif, maka ada tiga perbedaan mendasar antara sejarah Al-Qur'an dan Bibel:
Pertama. Al-Qur’an ditulis oleh puluhan juru tulis wahyu langsung di bawah pengawasan Rasulullah SAW. Beliau mendoku­men­tasikan Al-Qur’an dalam bentuk tertulis sejak masa turunnya wahyu. Karenanya, beliau menugaskan puluhan shahabat sebagai penulis wahyu, antara lain: Abban bin Sa’id, Abu Ayyub Al-Ansari, Abu Umamah, Abu Bakar As-Siddiq, Abu Hudzaifah, Abu Sufyan, Abu Salamah, Abu Abbas, Ubayy bin Ka’ab, Al-Arqam, Usaid bin Al-Hudair, Khalid bin Sa’id, Khalid bin Al-Walid, Az-Zubair bin Al-‘Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Tsabit, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Umar bin Khatthab, ‘Amr ibn Al-’Ash, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah, Yazid bin Abi Sufyan, dll.
Saat wahyu turun, secara rutin Rasulullah me­­manggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat tersebut. Dalam hal penulisan ayat yang baru turun, Nabi memiliki kebiasaan untuk meminta penulis wahyu untuk membaca ulang ayat tersebut setelah menuliskannya. Menurut Zaid bin Tsabit, jika ada kesalahan dari penulisan maka beliau yang mem­betul­kannya, setelah selesai barulah Rasulullah membolehkan menyebarkan ayat tersebut.
Sementara Bibel ditulis dalam waktu puluhan hingga ratusan tahun sepeninggal para nabi yang menerima wahyu dari Tuhan. Sementara kitab Perjanjian Lama disusun antara tahun 1.400 sampai 400 Sebelum Masehi, sedangkan Per­jan­jian Baru disusun antara tahun 50-100 Masehi. Ketidakhadiran para nabi dalam proses penulisan Bibel, menjadi peluang tersendiri terhadap pemalsuan (tahrif) terhadap kitab suci.
Kedua. Al-Qur’an dihafal oleh para shahabat yang langsung belajar kepada Nabi Muhammad SAW, sedangkan Bibel sama sekali tidak dihafal oleh orang-orang yang mengimani­nya. Ketiadaan orang yang hafal Bibel, tentu­nya memperbesar peluang distorsi dan pemalsuan ayat.
Ketiga. Proses pembukuan Al-Qur’an adalah penya­linan ayat-ayat yang mengacu pada tulisan dan hafalan yang ditulis dan dihafal langsung di hadapan Rasulullah SAW semasa hidup­nya. Sedangkan pembukuan Alkitab mengacu pada tulisanmanuscript evidence dalam bentuk papyrus, scroll, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip ini pun penuh dengan masalah, sebagian tidak diketahui penulis­nya, sebagian lagi rusak dan tak terbaca.

Kepalsuan dan Kehancuran Alkitab (Bibel)

Pada Bab Kedua (hlm. 31-42), Curt Fletemier memuji otentisitas kitab Injil dalam Alkitab (Bibel). Menurutnya, saat ini umat Kristen memiliki lebih dari 5.300 naskah kuno Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Sebelumnya sudah ada 15.000 salinan naskah kuno lainnya yang pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Syria dan Koptik. Ada 268 naskah kuno dengan huruf besar, di antaranya berasal dari abad kelima dan abad-abad setelahnya.
Untuk lebih meyakinkan pembaca, Curlt mengurai sejarah penulisan Alkitab berbagai naskah: Codex Vaticanus, Codex Sinaiticus, Codex Alexandrianus, Codex Ephraemi, dan Codex Bezae. Setelah puas memamerkan sejarah Alkitab, penulis menutup Bab Kedua itu dengan kesimpulan singkat: “Dengan memberikan bukti-bukti dari bapak-bapak gereja, kita dapat dengan yakin mengatakan bahwa kita memiliki bukti-bukti teks yang lebih baik untuk kelayakan kitab-kitab Perjanjian Baru daripada Al-Qur'an yang dimiliki oleh orang Islam,” (hlm. 42).
Betapa hebat pujian Curlt Fletemier terhadap buku yang bernama Bibel. Namun pujian ini runtuh seketika dalam Bab Ketiga. Curlt sendiri yang menjatuhkan wibawa Alkitab dengan kalimat sbb:
“Perubahan Ejaan dan Kesalahan Penulis: Oleh karena suatu bahasa mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, maka ejaan sebuah kata dapat saja berubah. Kadangkala seorang Ahli Kitab yang sudah letih dapat membuat kesalahan ejaan atau membuat salinan satu kata yang sama sampai dua kali. Dari 200.000 atau sekian banyaknya kata-kata dalam Perjanjian Baru, bisa terdapat 8.000 kemungkinan perbedaan semacam ini” (hlm. 44).
Pengakuan Curlt tentang adanya ribuan kesalahan penulisan Bibel patut diapresiasi. Memang tak ada yang bisa dibanggakan dari kemajuan penerjemahan Alkitab ke dalam ratusan bahasa di seluruh dunia. Karena upaya memper­tahankan otentisitas Alkitab (Bibel) terhalang oleh fakta, bahwa naskah asli Alkitab yang disebut “autographa” sudah hancur dimakan umur.
Rev David J Fant dari New York Bible Society, mengakui bahwa naskah asli Alkitab telah hilang: “The question naturally arises, do any of the original manuscripts of the Bible still exist? The answer is No. The original manus­cripts were on papyrus and other perishable materials and have long since disappeared” (Simple Helps and Visual Aids to Understanding The Bible, hlm. 6).
Artinya: Persoalan yang biasanya ditanya, adakah naskah-naskah asli Alkitab (Bibel) masih ada sehingga kini? Jawabannya tidak. Naskah-naskah asli di atas papirus dan bahan-bahan lain yang mudah rusak semuanya telah lama hilang.
Karena naskah aslinya sudah punah, maka upaya yang dilakukan oleh para ilmuwan Kristen adalah menyalin salinan yang lebih tua dan menerjemahkan dari bahasa yang satu ke bahasa lain. Dalam proses revisi dan terjemahan yang demikian panjang itu, otentisitas Alkitab sama sekali tidak terjamin, akibat bergesernya ayat dari versi yang lebih tua ke versi yang lebih muda usianya. Semakin banyak terjemahan dan revisi, maka semakin jauh berbeda dari kebenaran kitab suci yang asli.
Bahkan dalam banyak kasus yang terjadi, komentar atau catatan kaki (footnote) dalam versi Alkitab kuno, ternyata dalam versi Alkitab yang baru catatan kaki tersebut naik pangkat menjadi ayat yang resmi. Contohnya adalah kitab I Yohanes 5: 7-9!!

Matematika Bibel atau Al-Qur'an yang Salah Hitung? (Membedah Blog Kafir - 2)

Dalam blog-blog gratisan milik kaum Walan Tardho, yang makin marak belakangan ini, meski alamat URL-nya bermacam-macam, tapi dari gaya bahasa dan jurus-jurus serangan yang mirip, nampaknya pembuat blog-blog kafir itu adalah satu orang, atau beberapa orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan atau pertemanan.

Salah satu jurus penghinaan terhadap Al-Qur'an yang hampir dimuat di semua blog itu adalah gugatan terhadap perhitungan  dalam hukum waris (fara’id) dalam Al-Qur'an. Dengan penyelewengan terhadap rumusan angka waris dalam Al-Qur'an itu, mereka menyimpulkan bahwa Allah dan Nabi Muhammad itu tidak pandai berhitung sehingga matematika dalam Al-Qur'an tidak benar.

Contoh gugatan terhadap hitungan waris dalam Al-Qur’an yang dimuat di blog xxxxslim.xxxxxress.com adalah sbb:
“Contoh KASUS 4: Kesalahan menghitung muhammad: jika yang meninggal TAK MEMILIKI anak, memiliki 1 suami, 2 saudara PEREMPUAN dan Seorang IBU. (Maka pembagian warisnya adalah) 1/2 (ayat 12) + 2/3 (ayat 176) + 1/6 (ayat 11)= 1 + 1/3. Loh kok kelebihan? he...he...he...
Bagi mereka yang matematikanya jongkok. Contoh kasus 4: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, adalah: seorang suami, 2 saudara perempuan, dan seorang ibu.
Seorang SUAMI akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15.000.000.
SEORANG saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000.
Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000.
Total yang mesti dibayar= rp. 40.000.000, padahal warisan hanya Rp. 30.000.000.”
Persoalannya adalah ayat tersebut diterapkan dengan matematika dangkal yang terbatas pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, seperti pelajaran yang diajarkan di bangku SD. Berbekal matematika awam ini, dengan cerobohnya penulis blog itu menuduh Allah dan Nabi Muhammad salah hitung.
...Berbekal matematika awam ini, dengan cerobohnya penulis blog itu menuduh Allah dan Nabi Muhammad salah hitung...
Memang benar, ada tiga ayat Al-Qur`an yang berbicara tentang perhitungan waris, antara lain surat An-Nisa 11, 12 dan 176. Jadi, ketiga ayat yang dikutip dalam selebaran itu sudah benar. Lantas dimana persoalannya?
Pada contoh kasus yang dikemukakan tersebut, jika ada orang yang meninggal dengan meninggalkan beberapa ahli waris, antara lain: seorang suami, 2 orang saudara perempuan dan seorang ibu. Maka pembagiannya sbb:

Pertama, seorang suami mendapat warisan 1/2 (nishfu), berdasarkan firman Allah: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak...” (Qs An Nisa’ 12).

Kedua, 2 orang saudara perempuan mendapat warisan 2/3 (ats-tsulutsani), berdasarkan firman Allah: “...tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal...” (Qs An-Nisa 176).

Ketiga, seorang ibu mendapat warisan 1/6 (as-sudusu), berdasarkan firman Allah: “...jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam...” (Qs An-Nisa 11).

Bila semuanya dijumlahkan, maka hasilnya adalah 1/2 + 2/3 + 1/6 = 4/3 = 1 + 1/3. Atas dasar ini, penulis selebaran itu menuduh terjadinya kesalahan dalam perhitungan Allah SWT karena seharusnya jumlah pembagian harta warisan itu harus 1. Tetapi dalam kasus ini menunjukkan terjadi kelebihan harta yang harus dibagi yaitu kelebihan 1/3.

Praktiknya, jika harta warisan itu Rp 30.000.000, maka sang suami mendapatkan Rp 15.000.000, sedangkan 2 saudara perempuan mendapat Rp 20.000.000, kemudian sang ibu mendapat Rp 5.000.000. Jika seluruh bagian warisan sang suami, 2 saudara perempuan dan sang ibu itu dijumlahkan, maka hasilnya adalah Rp 40.000.000. Padahal harta yang diwariskan hanya Rp 30.000.000.

Inilah yang dimaksud selebaran itu sebagai kesalahan perhitungan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Dengan temuan ini, sang aktivis Kristen merasa hebat dan memanfaatkannya sebagai senjata untuk menanamkan keragu-raguan terhadap akidah umat Islam.

Tetapi, aktivis Kristen itu telah tertipu dengan temuannya, karena apa yang dikemukakan itu bukan hal yang baru. Para ulama dari jaman terdahulu sudah membahasnya secara tuntas dalam Ilmu Faraidh. Di Indonesia, buku yang sangat populer adalah“Al-Fara’idh, Ilmu Pembagian Waris” karya A Hassan, ulama tersohor dari Persatuan Islam. Buku ini sudah terbit berulang kali sejak tahun 1949.

Masalah kelebihan jumlah bagian ahli waris dibandingkan jumlah harta, dalam Ilmu Faraidh disebut Al-‘Aul. Sebaliknya, kelebihan harta dibandingkan jumlah bagian ahli waris disebutAr-Radd. Untuk menjelaskan penerapan bab Al-‘Aul dalam faraidh, mari kita terapkan pada kasus yang dikemukakan dalam selebaran itu.

Sebelum melangkah kepada pembagian warisan, perlu dicatat baik-baik bahwa hak warisan sang suami adalah 1/2 atau 3/6, sedangkan hak dua saudara perempuan adalah 2/3 atau 4/6, dan hak ibu adalah 1/6. Dari angka ini, dapat ditentukan perbandingan hak waris antara suami (3/6) dengan dua saudara perempuan (4/6) dan ibu (1/6) adalah 3:4:1.

Dengan kata lain, hak suami adalah 3 bagian, hak dua orang saudara perempuan adalah 4 bagian, sedangkan hak ibu adalah 1 bagian. Total seluruh hak waris adalah 8 bagian. Jumlah 1 bagian warisan adalah Rp 3.750.000 (1/8 x 30.000.000 = 3.750.000).

Dari sini dapat ditentukan pembagian harta warisan (Rp 30.000.000) kepada masing-masing hak ahli waris, antara lain:

Pertama, sang suami mendapat 3 bagian (3 x 3.750.000) = Rp 11.250.000,-

Kedua, 2 saudara perempuan mendapat 4 bagian (4 x 3.750.000) = Rp 15.000.000,-

Ketiga, sang ibu 1 bagian (1 x 3.750.000) = Rp 3.750.000,-

Jelaslah, bahwa pembagian harta warisan menurut Al-Qur`an itu bisa dilakukan dengan adil, rata dan tidak ada satu pun yang salah.

Kesalahan Hitungan dalam Bibel

Bila ada yang menuduh pembagian waris dalam Al-Qur`an salah angka, berarti logika dan matematika aktivis Kristen itulah yang perlu dikoreksi karena sudah mengalami gangguan.

Seharusnya aktivis Kristen itu paham contoh kesalahan hitung dalam kitab suci. Perhatikan contoh perhitungan dalam Alkitab (Bibel) berikut:

“Dalam tahun ketiga puluh satu zaman Asa, raja Yehuda, Omri menjadi raja atas Israel dan ia memerintah dua belas tahunlamanya. Di Tirza ia memerintah enam tahun lamanya... Kemudian Omri mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di Samaria. Maka Ahab, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. Ahab, anak Omri, menjadi raja atas Israel dalam tahun ketiga puluh delapanzaman Asa, raja Yehuda” (1 Raja-raja 16:23-29).
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Omri menjadi Raja pada tahun ke-31 zaman Asa selama 12 tahun lamanya. Setelah raja Omri meninggal, maka ia digantikan anaknya pada tahun ke-38.
...Secara matematika yang sederhana, ayat tersebut mengalami kesalahan fatal...
Secara matematika yang sederhana, ayat tersebut mengalami kesalahan fatal. Seharusnya Omri meninggal pada tahun ke-43 pada jaman Asa, dan bukan tahun ke-38 pada jaman Asa. Karena 31 ditambah 12 adalah 43, bukan 38.

Atau seharusnya Omri memerintah hanya selama 7 tahun saja, bukan 12 tahun. Karena 38 dikurangi 31 adalah 7, bukan 12. Apakah ini bukan salah hitung yang fatal namanya?

Kesimpulan: Kitab yang mengalami kesalahan hitungan bukan Al-Qur’an, melainkan Alkitab (Bibel). [A. Ahmad Hizbullah/voa-islam.com]

Ada yg bertanya padaku, apa hukumnya nikah beda agama? Wah, ditodong seperti ini, aku agak kelabakan juga…karena aku sendiri belum menikah malah ditanya ttg nikah, xixixi.. Malahan ada beberapa orang teman juga curhat ttg rencana pernikahan mereka, aku hanya bisa memberi ‘teori’ saja…idealnya, karena aku sendiri belum berpengalaman. Tapi, didasar karena niat menolong mereka, aku perbanyak baca referensi2 ttg pernikahan, kehidupan rumah tangga, dst…minimal sudah tahu teori, tinggal mempraktekkannya…insya ALLOH :)
Baik, kembali ke topik. Menikah beda agama…hmmm…dari yg pernah aku pelajari, di Islam ada 2 jenis menikah beda agama:
1. Laki-laki beragama Islam menikah dg perempuan non-Islam
2. Perempuan beragama Islam menikah dg laki-laki non-Islam
Masih dari pemahaman yg pernah aku dapat, untuk poin 1, hukumnya adalah MAKRUH. Sedangkan untuk poin 2, hukumnya jelas-jelas DILARANG (HARAM). Baik…untuk lebih mantapnya, aku buka referensi2, diantaranya Fikh Sunnah karya Sayid Sabiq dan Tanya Jawab Agama dari tim PP Muhammadiyah.
Dari kedua buku referensi ini, aku dapati bahwa pemahamanku tidak salah.
Aku mulai dari poin 2.
Dalil yg digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dg laki2 non Islam adalah Al Baqarah(2):221,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Jadi, bisa dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dg laki2 non Islam, maka akan dianggap berzina.
Pada kesempatan ini, aku hanya akan membahas lebih detil poin 1.
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam:
1. Lelaki Muslim dg perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya BOLEH, dengan dasar Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
2. Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama yg MELARANG, dengan dasar Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yg sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg dimaksud dg musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dg perempuan NON AHLI KITAB, para ulama sepakat MELARANG.
Dari sebuah literatur, aku dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy (bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral dan nasehat.
Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak twermasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Secara ringkas bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya.
Dari sebuah referensi, aku dapatkan keterangan bahwa Ulama Yusuf Al-Qardlawi berpendapat tentang BOLEHNYA seorang lelaki Muslim menikah dengan perempuan Kitabiyah, sifatnya tidak mutlak, tetapi dengan beberapa SYARAT yang WAJIB untuk diperhatikan, yaitu:
(1) Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran SAMAWI. Tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama yang bukan agama SAMAWI;
(2) Wanita Kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri dari perbuatan zina);
(3) Ia bukan Kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau peperangan dengan kaum Muslimin.
Untuk itulah perlu dibedakan antara kitabiyah dzimmiyah dan harbiyah. Dzimmiyah boleh, harbiyah dilarang dikawini;
(4) Di balik perkawinan dengan Kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadat atau kemurtadan (keluar dari agama Islam). Makin besar kemungkinan terjadinya kemurtadan makin besar tingkat larangan dan keharamannya. Nabi Muhammad saw. pernah menyatakan, “La dharara wa la dhirara (tidak bahaya dan tidak membahayakan).
Namun mesti diperhatikan, bahwa ada beberapa keburukan yang akan terjadi manakala seorang lelaki Muslim menikah dengan wanita non-Muslim:
(1) Akan berpengaruh kepada perimbangan antara wanita Islam dengan laki-laki Muslim. Akan lebih banyak wanita Islam yang tidak kawin dengan laki-laki Muslim yang belum kawin. Sementara itu poligami diperketat dan malah laki-laki yang kawin dengan wanita Nasrani sesuai dengan ajaran agamanya serta tidak mungkin menyetujui suaminya berpoligami;
(2) Suami mungkin terpengaruh oleh agama istrinya. Demikian pula anak-anaknya. Bila hal ini terjadi maka fitnah benar-benar menjadi kenyataan, dan
(3) Perkawinan dengan non-Muslimah akan menimbulkan kesulitan hubungan suami istri dan kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Lebih-lebih jika laki-laki Muslim dan perempuan Kitabiyah berbeda tanah air, bahasa dan budaya. Misalnya, seorang lelaki Muslim Timur kawin dengan perempuan Kitabiyah Eropa atau Amerika.
Sedangkan dalam Al Quran dan tafsirnya, tim penerjemah dan penafsir Departemen Agama Republik Indonesia menyatakan bahwa, “Dihalalkan bagi laki-laki mukmin mengawini perempuan Ahlulkitab dan tidak dihalalkan mengawini perempuan kafir lainnya. Dan tidak dihalalkan bagi perempuan-perempuan mukmin kawin dengan laki-laki Ahlulkitab dan laki-laki lainnya”.
Aku pribadi berpendapat, apabila seorang lelaki Muslim hendak menikahi perempuan Kitabiyah, SEBAIKNYA dia sudah mempunyai dasar dan pemahaman agama Islam yg baik. Karena tugas dia, menurutku, akan cukup berat…dia mesti ‘menghandle’ istri dan anaknya dalam ilmu agama. Jika tidak cukup ‘kuat’, bahkan lemah, ini akan berbahaya bagi kelangsungan hidup rumah tangganya. :-(
Bagi yg sudah siap menikah, mudah-mudahan artikel ini bermanfaat. Semoga pernikahannya langgeng… winking
Jika ada pertanyaan, silakan ditulis di bagian komentar, insya ALLOH aku akan bantu carikan jawabannya. 

Seks Saat Menstruasi Berbahaya: Bukti Kebenaran Al-Qur'an Menurut Medis

JAKARTA (voa-islam.com) – Larangan Al-Qur'an untuk berhubungan intim dengan istri saat haid, terbukti kebenarannya menurut medis, karena hal ini sangat berbahaya. Seberapa berbahayakah melakukan hubungan seks saat menstruasi?

"Secara agama hal tersebut memang dilarang dan menurut medis juga bisa memicu berbagai hal yang dapat membahayakan perempuan," ujar Dr Gunawan Dwi Prayitno, SpOG (K) dari RSPAD Gatot Subroto, Selasa (2/3/2010).

Dr Gunawan menuturkan ada tiga hal yang harus diwaspadai jika melakukan hubungan seks saat si perempuan sedang menstruasi, yaitu:

1. Endometriosis.

Saat melakukan hubungan suami istri, sang perempuan akan mengalami orgasme dan pada saat itu rahim akan berkontraksi yang menyebabkan darah kotor dari menstruasi bisa masuk ke dalam perut melalui saluran telur. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya endometriosis pada tubuh perempuan.
...pada saat itu rahim akan berkontraksi yang menyebabkan darah kotor dari menstruasi bisa masuk ke dalam perut melalui saluran telur. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya endometriosis pada tubuh perempuan...
2. Infeksi.

Hubungan suami istri biasanya akan menimbulkan luka dan endometriumnya mengalami peluruhan, darah menstruasi atau sperma yang tidak steril bisa masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan infeksi.

3. Luka trauma di mulut rahim

Hubungan intim dengan wanita haid bisa menyebabkan luka trauma di mulut rahim yang diakibatkan adanya infeksi.

"Darah adalah sumber makanan bagi kuman, banyak zat-zat makanan yang terkandung di dalam darah. Karena itu jika darah masuk ke dalam perut bisa menjadi medium yang sangat baik untuk perkembangbiakan bakteri yang ada di tubuh," ujar dokter yang juga berpraktik di Siloam Hospital Kebun Jeruk.

Dr Gunawan menyarankan suami menunggu hingga istrinya bersih dan selesai menstruasi, setelah itu lakukan hubungan seksual seperti biasa. Hubungan seks 2-3 kali seminggu juga baik untuk meningkatkan angka kehamilan bagi sang istri dan merangsang tubuh untuk menghasilkan sperma dengan jumlah dan kualitas yang lebih banyak dan lebih bagus.

Mukjizat Al-Qur'an menurut medis

Kitab Suci Al-Qur'an begitu sempurna. Bahaya berhubungan intim dengan istri ketika sedang haid, ternyata sudah dinyatakan Al-Qur'an 14 abad yang lalu.

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri *) dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Qs Al-Baqarah 222).

Maksudnya perintah “hendaklah kamu menjauhkan diri wanita di waktu haid” pada ayat tersebut adalah larangan menyetubuhi wanita di waktu haid.

“Al-mahidh” artinya tempat keluarnya darah haid yaitu faraj (kemaluan).

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Lakukanlah segala sesuatu terhadap wanita haid kecuali menyetubuhinya" (hadits riwayat Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi).

Selama ini masyarakat masih dibuat bingung apakah boleh berhubungan intim saat sang perempuan sedang haid karena beberapa kabar menyebutkan sah-sah saja sedangkan yang lain bilang berbahaya. Sikap yang benar adalah itutilah firman Allah Yang Mahatahu:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab 36)

Hukum Oral Seks


 Hukum Oral Seks Menurut Islam dan untuk mewakilinya saya mencoba mengambil dua contoh pertanyaan diatas. Semoga Allah swt memberikan kemudahan kepada saya untuk membahasnya dan senantiasa mencurahkan ilmu-Nya kepada kita semua.
Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam islam namun bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan sesamanya.
Islam adalah agama fitrah yang sangat memperhatikan masalah seksualitas karena ini adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana firman Allah swt,”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)
Ayat diatas menunjukkan betapa islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.
Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”..dan bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Diantara variasi seksual yang sering dibicarakan para seksolog adalah oral seks, yaitu adanya kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah) pasangannya. Tentunya ada bermacam-macam oral seks ini, dari mulai menyentuh, mencium hingga menelan kemaluan pasangannya kedalam mulutnya.
Hal yang tidak bisa dihindari ketika seorang ingin melakukan oral seks terhadap pasangannya adalah melihat dan menyentuh kemaluan pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab yang empat bersepakat diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga kemaluannya karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa suatu keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan,”Aku tidak pernah melihat kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah memperlihatkannya kepadaku.” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2650)
Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana dia menikmati berjima’ dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu kenikmatan atau menguasai tubuh dan jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama kami, karena tujuan dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian. (Bada’iush Shona’i juz VI hal 157 - 159, Maktabah Syamilah)
Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan yang sah didalam berjima’ diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi buta adalah hadits munkar tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz II hal 215, Maktabah Syamilah)
Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk saling melihat seluruh tubuh dari pasangannya serta menyentuhnya hingga kemaluannya sebagaimana diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya berkata,” Aku bertanya,’Wahai Rasulullah aurat-aurat kami mana yang tutup dan mana yang kami biarkan? Beliau bersabda,’Jagalah aurat kamu kecuali terhadap istrimu dan budak perempuanmu.” (HR. tirmidzi, dia berkata,”Ini hadits Hasan Shohih.”) Karena kemaluan boleh untuk dinikmati maka ia boleh pula dilihat dan disentuhnya seperti bagian tubuh yang lainnya.
Dan dimakruhkan untuk melihat kemaluannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah yang berkata,”Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah saw.” (HR. Ibnu Majah) dalam lafazh yang lain, Aisyah menyebutkan : Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah saw dan beliau saw tidak memperlihatkannya kepadaku.”
Didalam riwayat Ja’far bin Muhammad tentang perempuan yang duduk dihadapan suaminya, di dalam rumahnya dengan menampakkan auratnya yang hanya mengenakan pakaian tipis, Imam Ahmad mengatakan,”Tidak mengapa.” (al Mughni juz XV hal 79, maktabah Syamilah)
Oral seks yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual ini, menurut Prof DR Ali Al Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al Azhar) boleh dilakukan oleh pasangan suami istri selama hal itu memang dibutuhkan untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua dalam berhubungan. Terlebih lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia terjatuh didalam perzinahan.

Meskipun banyak seksolog yang menempatkan oral seks ini kedalam kategori permainan seks yang aman berbeda dengan anal seks selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik mulut ataupun kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai penyakit manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya sangatlah besar.
Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi dan mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan mani adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi berpenapat bahwa isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral seks) adalah haram dikarenakan kemaluannya itu bisa memancarkan cairan (madzi). Para ulama telah bersepakat bahwa madzi adalah najis. Jika ia masuk kedalam mulutnya dan tertelan sampai ke perut maka akan dapat menyebabkan penyakit.
Adapun Syeikh Yusuf al Qaradhawi memberikan fatwa bahwa oral seks selama tidak menelan madzi yang keluar dari kemaluan pasangannya maka ia adalah makruh dikarenakan hal yang demikian adalah salah satu bentuk kezhaliman (diluar kewajaran dalam berhubungan).
Berhubungan disaat Haidh
Allah swt berfirman,”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al BAqoroh : 222)
Ayat diatas telah menyebutkan bahwa haidh adalah kotoran yang keluar dari kemaluan perempuan dan diminta kepada para suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk tidak menyetubuhinya hingga ia suci dari haidhnya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa diharamkan bagi suami menyetubuhi (memasukkan penis kedalam vagina) istrinya yang sedang dalam keadaan haidh dan bersenang-senang dengan bagian tubuh yang ada diantara pusar dan lutut, sebagaimana firman Allah swt,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh.”
Dibolehkan bagi suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk menikmati bagian tubuh yang ada diatas pusar. Dikarenakan jika ia bersenang-senang dengan bagian yang dibawah pusar maka hal itu sangat mungkin mendorong kepada terjadinya wath’u (masuknya penis kedalam vagina) dan ini diharamkan sebagaiman sabda Rasulullah saw,”Maka barangsiapa yang mengitari daerah larangan maka dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya.” (HR. Bukhori Muslim)
Adapun tentang kafarat jika terjadi wath’u yang dilakukan suami terhadap istrinya maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama madzhab Maliki, Hanafi dan Syafi’i dalam pendapatnya yang baru adalah tidak ada kafarat namun diwajibkan baginya untuk istighfar dan bertaubat.
2. Para ulama Hambali, riwayat yang paling benar dari mereka, berpendapat wajib baginya membayar kafarat dia boleh memilih dengan membayar 1 dinar (seharga 3,25 gr emas, pen) atau ½ dinar. Kafarat ini tidak diwajibkan bagi yang memang tidak mempunyai sesuatu untuk membayarnya.
3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat barangsiapa menggaulinya diawal keluarnya darah maka ia harus bersedekah dengan 1 dinar sedangkan baangsiapa yang menggaulinya diakhir keluarnya darah maka ia bersedekah dengan ½ dinar.
(al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz I hal 627 – 630)
Bertaubat dari Zina
Perzinahan merupakan perbuatan yang sangat buruk dan pelakunya diancam dosa besar oleh Allah swt, firman-Nya,”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32) Hal itu dikarenakan terlalu banyaknya efek yang ditimbulkan dari perzinahan, baik efek psikologi, sosial maupun moral.
Untuk itu Islam menetapkan suatu hukuman yang berat bagi seorang pezina dengan cambukan seratus kali dan diasingkan bagi mereka yang belum menikah serta dirajam bagi mereka yang telah menikah, sebagaimana beberapa dalil berikut ini :
1. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nuur : 2)
2. Dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw pernah memberikan hukuman kepada orang yang berzina (belum menikah) dengan hukuman dibuang (diasingkan) satu tahun dan pukulan seratus kali.” (HR. Bukhori)
3. Rasulullah saw menanyakan kepada seorang laki-laki yang mengaku berzina,”Apakah engkau seorang muhshon (sudah menikah)? Orang itu menjawab,’Ya’. Kemudian Nabi bersabda lagi,’Bawalah orang ini dan rajamlah.” (HR Bukhori Muslim)
Namun Allah swt adalah Maha Penerima taubat dari setiap hamba-Nya yang mau bertaubat dari segala perbuatan maksiatnya. Untuk itu yang harus dilakukan oleh mereka yang telah jatuh kedalam perbuatan zina ini dan menginginkan kembali ke jalan Allah swt, adalah :
1. Taubat Nashuha
Tidak ada hal terbaik yang harus dilakukan bagi seorang yang melakukan dosa kepada Allah swt kecuali taubat yang sebenar-benarnya. Taubat yang dibarengi dengan penyesalan dan tekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Firman Allah swt,”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. At Tahrim : 8)
Disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa ada seorang wanita hamil dari Juhainah mengaku telah berzina dihadapan Rasulullah saw maka ia dirajam setelah melahirkan bayinya itu. Pada saat itu Umar ra mengatakan,”Apakah engkau menshalati jenazahnya ya Rasulullah saw padahal ia telah berzina?’ beliau saw menjawab,’Dia telah bertaubat dengan suatu taubat yang andaikan taubatnya dibagi-bagikan kepada tujuh puluh penduduk Madinah, tentu akan mencukupi mereka semua. Apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari kerelaannya untuk menyerahkan dirinya kepada Allah.”
Jadi tidak ada kata terlambat dan putus asa bagi seorang yang masih mengimani Allah swt sebagai Tuhannya untuk kembali kejalan-Nya, memperbaiki segala kesalahannya dan menggantinya dengan berbagai perbuatan yang baik.
2. Tidak membuka aibnya kepada orang lain
Dengan tidak memungkin bagi setiap pelaku zina untuk dicambuk atau dirajam pada saat ini dikarenakan tidak diterapkannya hukum islam maka sudah seharusnya semua menutupi aibnya itu dan tidak menceritakannya kepada siapa pun. Dengan ini mudah-mudahan Allah swt juga menutupi aib dan kesalahannya ini.
Bahwasanya Nabi saw bersabda,”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian dipagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
3. Beribadah dan beramal dengan sungguh-sungguh
Firman Allah swt,”Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon : 68 – 70)
Amal sholeh yang dilakukan haruslah sungguh-sunguh dan tidak asal-asalan agar bisa menutupi dosa besar yang telah dilakukannya. Amal sholeh tersebut juga sebagai bukti masih adanya iman didalam dirinya. Keimanan yang menggerakkannya untuk beramal sholeh ini yang kemudian menjadikan Allah swt menutupi dosa dan keburukannya. Bahkan tidak hanya itu, Allah swt menutup ayat itu dengan menyebutkan ‘dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’
Tips Mendapatkan Keturunan
Permasalahan seseorang mempunyai keturunan atau tidak maka itu semua adalah hak Allah swt dengan segala hikmah dan keadilan-Nya serta jauh dari berbuat zhalim terhadap hamba-hamba-Nya kecuali manusia lah yang menzhalimi diri mereka sendiri Firman Allah swt,”Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syuro : 50)
Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang terjadi di alam ini, jika Dia berkehendak atas segala sesuatu maka itu akan terjadi dan jika Dia tidak berkehendak atas segala sesuatu maka itu tidak akan terjadi. Dia memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan menahan pemberian kepada siapa yang Dia kehendaki. Ketika Dia memberikan sesuatu maka tidak ada yang bisa menahannya dan jika Dia menahan sesuatu maka tidak ada yang bisa memberikannya.
Tidak disangsikan lagi adanya anak-anak adalah sebuah rezeki dan karunia Allah swt yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri untuk meneruskan nasab dan keturunannya. Tapi sayang, tidak jarang dari para orang tua yang menyia-nyiakan rezeki yang berharga ini sehingga justru membawa petakan bagi mereka, tidak cuma di dunia namun juga diakherat. Firman Allah swt,”Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS. An Nahl : 72)
Namun demikian bagi mereka yang belum mendapatkan keturunan tidak boleh berputus asa dan berprasangka buruk terhadap Allah swt. Mereka tetap dianjurkan untuk selalu berikhtiyar, baik melalui upaya-upaya medis atau dengan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah swt melalui banyak berdoa dan beristighfar serta menyedikitkan kemaksiatan terhadap-Nya, sebagaimana firman-Nya,”Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Nniscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 12)
Ayat ini memberikan petunjuk kepada setiap orang yang ingin mendapatkan banyak rezeki—termasuk anak-anak—dari Allah swt adalah dengan memperbanyak istighfar dan bertaubat dari segala kemaksiatan dan dosa. Dikarenakan dosa dan maksiat yang dilakukan akan bisa menghambat rezeki yang akan diturunkan Allah kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya seorang hamba ditahan dari mendapatkan rezeki dikarenakan dosa yang dibuatnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Wallahu A’lam

Surga, Tujuan Akhir Kehidupan Dunia

Surga adalah sebuah tempat di alam akhirat yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai lokasi berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidup di dunia berbuat kebajikan sesuai ajaran agamanya. Istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Svarga.

Dalam bahasa Jawa kata tersebut diserap menjadi Swarga. Istilah Surga dalam bahasa Arab disebut Jannah, sedangkan dalam bahasa Hokkian digunakan istilah Thian.

Kahyangan dalam Budaya di pulau Jawa

Istilah Kahyangan berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sunda yang jika dipilah menjadi ka-hyang-an, atau bermakna “tempat tinggal para Hyang atau leluhur”. Sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat Nusantara di pulau Jawa dan Bali, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali sudah menganut agama pribumi berupa pemujaan terhadap arwah leluhur. Mereka menyebut leluhur mereka dengan istilah Hyang dan tempat tinggal mereka di alam gaib disebut kahyangan.

Dengan masuknya agama Hindu dan Buddha, maka istilah Swarga pun dipakai berdampingan dengan istilah Kahyangan, karena Swarga juga bermakna tempat tinggal para roh yang selama hidupnya berbuat kebaikan.

Dalam tradisi Jawa baru, istilah Kahyangan dipakai untuk menyebut tempat tinggal para dewa dan bidadari. Sementara istilah Swarga tetap dipakai untuk menyebut tempat tinggal para roh yang semasa hidup bertindak penuh kebajikan sesuai dengan aturan agamanya.

Surga Dalam Kristen

Kerajaan Surga

Surga atau Kerajaan Surga adalah kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Istilah surga dipakai oleh penulis Alkitab menunjuk pada tempat yang kudus di mana Allah saat ini berada. Kehidupan kekal, ciptaan yang sempurna, tempat dimana Allah menghendaki untuk tinggal secara permanen dengan umat-Nya (Wahyu 21:3). Tidak akan ada lagi pemisahan antara Allah dan manusia. Orang-orang beriman sendiri akan hidup dengan kemuliaan, dibangkitkan dengan tubuh yang baru; tidak akan ada penyakit, tidak ada kematian dan tidak ada air mata.

Catatan Alkitab
Diciptakan oleh Allah. (Kejadian 1:1; Wahyu 10:6)
Kekal dan abadi. (Mazmur 89:30; 2 Korintus 5:1)
Tidak terukur. (Yeremia 31:37)
Tinggi. (Mazmur 103:11; Yesaya 57:15)
Kudus. (Ulangan 26:15; Mazmur 20:7; Yesaya 57:15)
Tempat kediaman Allah. (1 Raja-raja 8:30; Matius 6:9)
Takhta Allah. (Yesaya 66:1; Kisah 7:49)
Malaikat-Malaikat diam di dalam surga. (Matius 18:10; 24:36)
Nama orang-orang kudus terdaftar di dalam surga. (Lukas 10:20; Ibrani 12:23)
Orang-orang kudus mendapat upah di dalam surga. (Matius 5:12; 1 Petrus 1:4)
Pertobatan menyebabkan sukacita di dalam surga. (Lukas 15:7)
Kumpulkan harta benda di dalam surga. (Matius 6:20; Lukas 12:33)
Daging dan darah tidak mendapat bagian di dalam surga. (1 Korintus 15:20)
Kebahagiaan di surga dijelaskan. (Wahyu 7:16-17)

Dinamai:

Firdaus. (2 Korintus 12:2,4)
Kerajaan Kristus dan Allah. (Efesus 5:5)
Perhentian. (Ibrani 4:9)
Rumah Bapa. (Yohanes 14:2)
Sebuah lumbung. (Matius 3:12)
Tanah air sorgawi. (Ibrani 11:16)
Orang jahat tidak mendapat bagian dalam surga. (Galatia 5:21; Efesus 5:5; Wahyu 22:15)

Surga Dalam Islam

Qur’an banyak bercerita tentang sebuah kehidupan setelah mati di surga untuk orang yang selalu berbuat baik. Surga itu sendiri sering di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’du 13:35:

Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman). mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Ar-Ra’du 13:35)

“Seluruh umatku akan masuk Surga, kecuali yang enggan!” Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah! Siapakah yang enggan?” Beliau menjawab,”Siapa saja mentaatiku dia masuk Surga, dan siapa saja bermaksiat kepadaku, maka dia benar-benar enggan (masuk Surga).” (HR. Bukhari, No. 7.280)

Setiap muslim percaya bahwa semua manusia dilahirkan suci. Dalam Islam pula, jika ada seorang bocah yang mati, maka secara otomatis akan pergi ke surga, tanpa mempedulikan agama kedua orang tuanya. Surga tertinggi tingkatnya adalah Firdaus (فردوس) – Pardis (پردیس), dimana para nabi dan rasul, syuhada dan orang-orang saleh.

Tingkatan dan nama-nama syurga ialah:

Jannatul Firdaus yaitu surga yang terbuat dari emas merah.
Jannatul ‘Adn yaitu surga yang terbuat dari intan putih.
Jannatun Na’iim yaitu surga yang terbuat dari perak putih.
Jannatul Khuldi yaitu surga yang terbuat dari marjan yang berwarna merah dan kuning.
Jannatul Ma’wa yaitu surga yang terbuat dari zabarjud hijau.
Darus Salaam yaitu surga yang terbuat dari yaqut merah.
Darul Jalal yaitu surga yang terbuat dari mutiara putih.
Darul Qarar yaitu surga yang terbuat dari emas merah.

Ingat Mati Cara Ampuh Menuju Kesuksesan


Waktu terus berjalan begitu cepat. Tanpa disadari kini sudah akan berganti tahun baru lagi. Praktis usia kita bertambah satu tahun. Ini berarti jatah usia kita telah berkurang satu tahun. Kita tidak tahu masih berapa tahun lagi, masih diberi kesempatan hidup. Namun yang perlu diketahui sadar atau tidak sadar kita sedang berlari menuju titik akhir kehidupan kita masing-masing.

Lantas pertanyaannya adalah sudahkah kita mempersiapkan kehidupan setelah mati? Suatu kehidupan yang abadi dimana kita hanya diminta menunjukkan amal yang telah dikerjakan sementara kita sudah tidak mempunyai kesempatan untuk beramal.

Namun yang terjadi malah sebaliknya, kebanyakan kita malah melupakan kehidupan setelah mati. Kebanyakan orang malah tidak mau membicarakan tentang kematian. karena meraka menganggap kematian adalah suatu yang menyeramkan. Kematian adalah sesuatu yang membuat orang tidak produktip. Ingat mati akan membuat orang terbelenggu dan menghambat kemajuan. Sehingga hari-hari mereka disibukkan dengan kerja dan mencari hiburan saja.

Benarkah demikian? Tidak. Ternyata pendapat ini salah besar. Sebaliknya, ingat mati justru mendorong orang menjadi sukses, kaya dan jaya. Bagaimana bisa demikian? Karena sebagaimana sabda Nabi, orang yang selalu mengingat mati akan menjadi orang yang cerdas. Lo kok?

Anda tidak percaya begini penjelasannya. Orang yang selalu mengingat mati akan selalu bertanya dalam hati, “Sudah cukupkah bekal yang kupersiapkan menjalani kehidupan setelah mati?”. Waktu hanya 60 tahun(Prediksi umur manusia yang produktip) dipakai untuk mempersiapkan bekal untuk hidup yang tanpa batas. Jika tanpa kecerdasan apa mungkin kita bisa mempersiapkan bekal itu?

Coba kita bayangkan saja, anda diminta untuk bekerja apa saja selama satu tahun. Lalu hasilnya dikumpulkan untuk hidup selama 20 tahun tanpa harus bekerja. Dapatkah anda bertahan hidup? Lalu siapa yang mampu bertahan hidup. Yang dapat bertahan hidup, tentulah orang yang cerdas. Orang yang mau dan mampu menggunakan waktu, tenaga dan pikiranya dengan maksimal. Sehingga mereka akan mendapatkan gaji ratusan juta perbulan. Bukankah mereka yang bergaji puluhan atau ratusan juta itu orang yang cerdas?

Paling tidak ada 4 alasan kenapa orang yang selalu ingat mati akan menjadi orang yang sukses, kaya dan jaya. Pertama adalah ikhlas. Orang yang selalu ingat mati sadar bahwa amal baru akan diterima jika dilakukan dengan ikhlas. Sedangkan keikhlasan akan mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati walaupun apa yang mereka lakukan tidak dihargai oleh orang lain. Seorang karyawan yang bekerja didasarkan dengan keihklasan akan menjadi karyawan yang berprestasi dan disukai banyak orang. Karena mereka bekerja dengan penuh kesungguhan dan bertanggung jawab baik dalam lingkungan yang mendukukung maupun tidak. Mereka tidak peduli dan tidak ambil pusing meskipun diperlakukan secara tidak adil. Mereka tidak pernah mengeluh kepada manusia. Mereka hanya mengeluh kepada Allah. Mereka bekerja diniatkan hanya karena Allah.


Pedagang / bisnismen yang ikhlas akan menjadi seorang pedagang yang memandang masa depan dengan penuh semanagat dan bergaerah. Mereka tidak hanya memikirkan untung atau rugi, namun mereka hanya memikirkan keridloan Allah semata. Karena itu mereka tidak mau melanggar aturan agama. Mungkin kelihatannya jalan usahanya perlahan, namun walaupun pelan tetapi pasti akan menuai kesuksesan yang luar biasa.

Orang yang ikhlas akan selalu hidup penuh dengan semangat, bahagia dan tidak mengenal rasa putus asa.

Lalu bagaimana caranya agar bisa menjadi orang yang iklhlas? Keikhlasan dapat diperoleh jika meyakini dengan seyaqin-yaqinnya bahwa ada kehidupan setelah mati. Kita percaya bahwa kebahagian hidup diakhirat hanya dapat diperoleh percaya tiada tuhan selain Allah. Kemudian diikuti pemahaman setiap perbuatan atau tindakan yang baik akan menjadi amal ibadah jika diniatkan semata-mata mencari ridlo Allah SWT